Kode Etik Penerbit (3)


149316918

 

Tulisan ini adalah bagian 3 mengenai tiga tulisan yang saya kutip dari buku Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan, dan Penerbitan Karya Ilmiah Indonesia karya Mien A. Rifai yang diterbitkan oleh Gajah Mada University Press, cetakan ke-4, tahun 2004.

Pengarang, penyunting, dan penerbit, menurut Mien A. Rifai, merupakan mitra yang sebenarnya mempunyai tujuan sama, yaitu melayani masyarakat dengan produk kebudayaan yang dibutuhkan bersama. Mereka sangat saling tergantung satu sama lainnya sehingga tidak satu pihak akan bisa berhasil tanpa dukungan yang lain. Penulis yang berkarya memerlukan media untuk menyampaikan produk kecendekiaannya kepada masyarakat. Untuk itu, diperlukan penyunting yang menjembatani penulis dengan pembacanya. Sekalipun menduduki fungsi yang penting, penyunting baru bisa bekerja jika ada naskah yang ditulis pengarang. Penerbit menyediakan sarana yang mewadahi hasil kegiatan penulis dan penyunting, tetapi kemudahan itu tidak dapat berfungsi tanpa adanya karya penulis dan penyunting yang mengolahnya.

Dalam hubungan kemitraan ini, penerbit perlu menciptakan iklim yang kondusif untuk menampilkan potensi yang dimiliki pengarang sehingga penyunting bisa berfungsi dan pada akhirnya bisa menerbitkan karya-karya unggulan. Berikut ini adalah kode etik yang baik dihidupi oleh suatu penerbit:

  • Penerbit perlu menggalakkan dan merangsang penulis untuk dapat berkarya secara optimal dalam menghasilkan buah kreativitasnya karena keberhasilan pengarang akan berdampak pula pada keberhasilan penerbit dalam menunaikan fungsi kemasyarakatannya.
  • Penerbit perlu menggariskan ruang lingkup sumbangsih yang diyakininya dibutuhkan masyarakat, beserta pedoman kebijakan yang dapat digunakan sebagai pengarahan oleh penulis dalam berkarya sesuai dengan panggilan hati nuraninya.
  • Penerbit berkepentingan menghormati kepercayaan yang dilimpahkan penulis kepadanya untuk menangani penerbitan hasil jerih payahnya secara penuh, yaitu hak eksklusif untuk mencetak, menyebarluaskan, dan memperdagangkan naskah yang diterbitkan.
  • Penerbit berkewajiban mengolah naskah yang diserahkan penulis secepatnya dan seefektifnya agar tidak merugikan penulis, dan dalam jangka panjang juga tidak merugikan dirinya sendiri.
  • Untuk memenuhi baku mutu yang dianutnya, penerbit akan mencari bantuan penyunting dan pendapat pakar berkeahlian dalam menangani naskah yang dipercayakan penulis, mengatur penyuntingan untuk mengolahnya agar siap cetak, merencanakan jadwal, dan melaksanakan penerbitan.
  • Bersama-sama penulis, penerbit mengupayakan pencarian penyandang dana tambahan yang mungkin diperlukan untuk memperlancar penerbitan naskah.
  • Dengan dibantu penulis, penerbit akan mempromosikan hasil terbitan seluas-luasnya agar sampai ke lingkungan masyarakat pembaca yang sesuai.
  • Penerbit wajib menyediakan imbalan (honorarium, royalti atau bentuk insentif lain yang tidak selamanya berupa uang) bagi penulis, yang harus dilaksanakan secara wajar dan terbuka sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan tata hubungan kerja sama kemitraan yang berlaku.
  • Penerbit harus melaksanakan pengelolaan segi ekonomi terbitan dengan penuh tanggung jawab demi kepentingan penulis dan dirinya sendiri.
  • Penerbit dituntut untuk ikut melindungi hak cipta, hak kepemilikan intelektual, dan hak hukum lain penulis atas karya yang diterbitkannya.

Semoga tulisan hasil kutipan dari Mien A. Rifai ini semakin mempererat hubungan kemitraan antara penulis, penyunting, dan penerbit sehingga industri perbukuan di tanah air semakin megalami pertumbuhan dan perkembangan yang menggembirakan.

Sumber: Mien A. Rifai, 2004, Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan, dan Penerbitan Karya Ilmiah Indonesia, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, hlm. 119-122.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *